Lebih egoisnya.
Manusia pasti punya sifat egoisnya masing-masing. Tapi, buat saya, perokok itu punya sifat egoisme yang lebih besar dibandingkan dengan manusia lainnya.
I am not judging. This is just what I see and feel as a victim..
Saya gak benci orangnya, hanya benci kelakuannya. Saya juga gak pernah melarang mereka untuk tidak merokok atau setuju dengan pemerintah agar pabrik rokok ditutup, atau akur dengan fatwa haram MUI tentang rokok. Saya gak sampai ke situ.
Buat saya, merokok itu hak asasi pribadi tiap manusia. Tapi, guru PPKn saya dulu selalu bilang, hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak asasi orang lain, gak bisa dipakai sembarangan. Kamu punya hak buat dapat kesenangan dari rokok, tapi saya juga punya hak buat menghirup udara bersih dan sehat.
Guru Fisika saya ketika SMA, pernah menegur seorang perokok di angkot dan tentu saja seperti kebanyakan perokok, tidak terima. Guru saya bilang ke si perokok
"Saya tidak keberatan Anda merokok, asalkan asapnya anda kantongi dahulu, baru kemudian Anda buang ketika turun."Merasa tidak nyaman dipandangi beberapa pasang mata penumpang lain, iapun mematikan rokoknya.
Kebanyakan perokok memang tidak peduli dengan keadaan sekeliling mereka. Sifat egois mereka memang terlihat jelas. Merokok everywhere is boleh-boleh aja jadi salah satu prinsip hidup mereka. Salah satu sebabnya mungkin karena belum adanya peraturan dan tindakan tegas dari pemerintah daerah setempat tentang larangan merokok di tempat umum. Tapi, harusnya gak jadi alasan atau pembenaran juga, karena mereka harusnya sudah sadar diri tentang bahaya merokok buat diri sendiri dan buat orang-orang di sekitar mereka. Bullshit deh kalau mereka bilang gak tau bahayanya rokok.
Di jalan, di mall, tempat makan, tempat olahraga bahkan, angkutan umum apalagi. Mungkin untuk peduli dengan orang lain, agak berat kali yaa. Tapi, untuk orang-orang terdekat, atau bahkan keluarga mereka sendiri?
Saya pernah melihat seorang suami yang berbicara dengan istri dan anak-anaknya sambil menghembuskan asap racun. Atau, sang pacar yang gak peduli dengan pasangan wanitanya yang sudah hampir megap-megap bernafas dalam kepulan asap. Ada lagi, seorang Bapak yang dengan tega menghembuskan asap rokoknya, sementara dia sedang menggendong bayinya. Damn!
Tapi, seperti yang saya tulis di atas, mereka kebanyakan kok, gak semua perokok juga seperti itu. Ada kok, pria yang buru-buru mematikan rokoknya ketika dia mau menaiki angkutan umum. Ada juga pacar yang nahan untuk gak merokok sehabis makan bareng pacarnya dan lebih milih buat makan permen. Atau, si Bapak yang bergerak menjauhi rumahnya menuju halaman belakang buat menyulut rokoknya. Gak susah kan? Gak pingsan juga kan? Apalagi sampai mati..
Saya sendiri lupa, sejak kapan hidung saya menjadi sangat sensitif terhadap asap rokok. Mungkin sejak marak dan gencarnya iklan bahaya rokok dipublikasikan ke masyarakat. Mata melihat, mengirimkannya ke otak, lalu mengirimkan sinyal tanda bahaya ke hidung.
Seingat saya sih, ketika saya sudah mulai intens menggunakan fasilitas umum, terutama angkutan umum. Secara, di keluarga saya gak ada yang merokok kecuali papa yang memang sudah berhenti dan secara juga, saya belum menggunakan kendaraan pribadi, sebagai usaha untuk mengurangi polusi udara, polusi suara, pemakaian BBM, going green daann lain-lain.
"Eleee, bilang aja gak ada duit buat beli kendaraan."
"Gak."
"Trus, kenapa gak naik sepeda aja kalau tujuannya emang kayak yang kamu tulis di atas..?"
"Mmm.. hehe.."
"Apa hehe?"
"Aku juga belum punya duit buat beli sepedaaa!"
Saya sendiri bukan perokok dan gak pernah merokok, hanya pernah menjilat bagian atas puntung rokok filter yang ternyata rasanya manis. Mudah-mudahan saya akan terus seperti ini, karena tanpa merokok saja, susahnya minta ampun jaga kesehatan, apalagii..
"Kalau nanti pacar atau suamimu perokok gimana dist?"
"Pernah kok. Tapi, bukan pacar ding, cuma teman pria aja dan aku benar-benar tersiksa berada di dekatnya."
"Gak dilarang dist?"
"Kayak yang aku tulis di atas, itu hak masing-masing pribadi. Aku minta dia buat gak ngerokok di depan aku dan berhenti. Tapi, ya balik lagi, kita udah dewasa, harus sadar punya tanggung jawab masing-masing terhadap diri sendiri. Tubuh ini gak bisa kita gunakan semau kita. Setiap anggota tubuh juga punya hak masing-masing. At the end, for my own health, I've to avoid him.
Terserah deh DI, selama kegiatan merokok mereka gak ganggu aku, aku sih gak masalah. Baidewei, tadi aku coba selancar sana sini di google dan akhirnya aku nemuin ini:
"Hahah.. gila aja kali ya kalau emang ada yang kayak gini.. sampe segitunya.."
"Just a joke, I think.. ƪ(‾(••)‾)ʃ "
0 komentar:
Posting Komentar