Tahun 1972, bulutangkis pertama kali dipertandingkan di olimpiade. Namun, bukan sebagai salah satu cabang olahraga olimpiade, melainkan hanya sebagai pertandingan eksebisi.
Dua puluh tahun kemudian, tahun 1992, bulutangkis berhasil menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di olimpiade. Pada tahun tersebut, untuk pertama kalinya Indonesia sukses mendapatkan medali emas, bukan satu, tetapi dua medali emas, melalui cabang olahraga bulutangkis yang disumbangkan oleh pasangan emas Indonesia, Alan Budikusuma dan Susi Susanti. Raihan medali emas di olimpiade kemudian berlanjut ke olimpiade-olimpiade berikutnya dan menjadi tradisi tetap di cabang olahraga bulutangkis.
Kini.. setelah dua puluh tahun pula, tradisi emas itu terhenti, bahkan kita harus menghadapi kenyataan kontingen atlit bulutangkis kita pulang ke tanah air tanpa medali..
----
Saya lupa sejak kapan saya menyukai olahraga ini. Mungkin sejak melihat pertandingan Susi Susanti di Olimpiade Barcelona tahun 1992. Saat itu, saya masih kelas dua SD. Melihatnya menangis ketika berhasil mendapatkan medali emas adalah sesuatu yang sangat mengusik emosi saya waktu itu. Perasaan yang tak tertuliskan..
Sejak itu, saya pasti duduk cakep di depan TV, menonton semua pertandingan bulutangkis yang disiarkan oleh TV pada waktu itu. Ikutan teriak-teriak bareng keluarga, ikutan nyemangatin walaupun pasti gak kedengaran sama atlitnya, ikutan tegang, ikutan panas dingin, ikutan nangis haru, semuanya nyampur jadi satu.. Walaupun saya menyukai berbagai jenis olahraga, tapi gak akan ada olahraga lain yang bisa membuat saya seperti ini..
Indonesia adalah salah satu raksasa bulutangkis dunia yang sangat disegani, bukan hanya ketika saya SD, bahkan jauh sebelum itu. Sayangnya, memori saya hanya terbatas di sekitar tahun 92 ke atas. Itupun hanya memori kacangan anak SD. Di bawah itu, saya sama sekali tak tahu apapun. Wajar yaa, karena saya masih sangat kecil, bahkan belum lahir. Tapi, tentu saja saya bisa dengan mudah menemukan rekam jejak prestasi bulutangkis Indonesia di dunia maya ini. Membacanya membuat tubuh saya bergetar, merinding haru. Beberapa diantaranya mungkin bisa dibaca di sini dan di sini.
Selepas olimpiade 2008, dimana Indonesia berhasil membawa pulang tiga medali (1 emas, 1 perak dan 1 perunggu) dari cabang bulutangkis, saya mulai jarang mengikuti perkembangan bulutangkis di tanah air, yang katanya mulai mendung. Baru kemudian, sekitar Oktober 2011, saya kembali mulai mengikuti jejak atlit Indonesia dari turnamen yang satu ke turnamen yang lainnya, hasil dari ketidaksengajaan saya mampir ke twitter salah satu wartawan PBSI. Dan memang, dari hasil yang didapat para atlit Indonesia di setiap kejuaraan, sepertinya bulutangkis Indonesia sedang dilanda hujan deras. Di turnamen SSP/SS, Indonesia minim gelar. Kita hanya mengandalkan atlit yang itu-itu saja selama bertahun-tahun. Indonesia mandek regenerasi.
Berlanjut di tahun 2012, rasanya hujan belum berhenti mengguyur bulutangkis Indonesia. Raihan gelar juara ganda campuran di All England setelah penantian selama 33 tahun, tak cukup untuk meredakan sang hujan, apalagi menghentikannya. Bahkan sang hujan turun semakin deras diiringi kilat yang menyambar dan petir yang bergemuruh terus menghantam bulutangkis Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perebutan piala Thomas, Indonesia gagal mencapai babak semifinal, dikalahkan oleh Jepang dengan skor 3-2 (sejak Thomas Cup dimainkan dengan format semifinal pada tahun 1984, Indonesia tidak pernah absen dari fase semifinal). Hingga akhirnya hujan badai benar-benar menerpa bulutangkis Indonesia. Tidak saja atlitnya, namun seluruh bangsa Indonesia. Indonesia diterpa skandal bulutangkis dalam olimpiade musim panas kali ini (no comment untuk masalah ini) dan untuk pertama kalinya dalam sejarah bulutangkis di olimpiade, Indonesia gagal meneruskan tradisi emas, bahkan harus pulang dengan tangan kosong..
Bukannya pesimis, tapi saya yakin, sudah banyak dari kita yang memprediksi hasil (tanpa medali emas) ini akan terjadi. Hasil yang diraih Indonesia dalam 4 tahun terakhir, dengan sangat jelas menggambarkan kegagalan ini..
Sudah pasti ada yang salah dalam bulutangkis Indonesia. Entah apa dan siapa yang salah. Saya sebagai orang awam, tak ingin menulis lebih jauh tentang hal ini, karena saya memang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun mungkin, rasanya kurang bijak, disaat seperti ini, kita saling menyalahkan dan menghujat. Hujan tidak akan berhenti dengan cara itu. Mungkin kita bisa mencari tempat berteduh, atau mencari pelindung tubuh untuk menelusuri derasnya hujan. Tapi, rasanya hujan badai ini lebih baik kita lewati, daripada menunggu di tempat berteduh..
Saya sendiri tidak bisa menyumbang apapun untuk kemajuan bulutangkis Indonesia, kecuali doa dan dukungan yang dengan sepenuh hati akan terus saya gelorakan di dalam dada ini..
----
12-21 12-21.. Selesai sudah...
Mata saya berkaca-kaca, berusaha mengalihkan pandangan dari layar Hp di genggaman tangan.
Saya memandang keluar jendela angkot yang saya tumpangi. Langit tampak menghitam, pertanda hujan deras akan turun sebentar lagi. Mata saya ternyata tak mampu bertahan, airnya turun membasahi pipi mendahului sang hujan. Saya buru-buru menghapusnya. Saya tak mau jadi bahan perhatian seisi angkot..
Ini terlalu menyedihkan..
Ini terlalu menyedihkan..
"pinggir bang.."
Saya berjalan perlahan sambil mengencangkan retsleting jaket, berusaha menghalau dinginnya angin yang mencoba menerpa tubuh. Saya kemudian menengadah, melihat langit yang benar-benar hitam..
Tapi tunggu, di sebelah sana ada cahaya.. Ya, masih ada matahari yang masih menunjukkan cahayanya walau dihalangi awan hitam...
Sudahlah..
Kita tak bisa selamanya mengharapkan langit akan terus cerah. Kita juga tak bisa melarang turunnya hujan.. Kita hanya harus belajar memanfaatkan cerahnya langit dan belajar menelusuri derasnya hujan dan mengatasi badai..
Hujan badai ini pasti akan berhenti. Tugas kita kemudian adalah membersihkan dan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah ditimbulkannya..
Kita pasti bisa..
0 komentar:
Posting Komentar